Minggu, 30 Mei 2010

B. MANAJEMEN PERBANKAN

2.BANK SYRIAH
Syariah merupakan hukum, yaitu hukum yang diterapkan dari, oleh, dan untuk islam. Syariat menjadi satu dalam Al Quran dan As Sunnah Rasulullah saw. Masa sebelum ada bank syariah kata syariah sudah dikenal dalam konteks bernegara di NKRI.
Pada awal pembuatan UUD 1945 kata syariah menjadi salah satu kata dalam sila Pancasila yang berbunyi Sila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk – Pemeluknya. Kata syariah setelah kejadian itu kemudian artinya menjadi ibadah, yaitu sahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Kelima rukun islam itu kemudian dijalankan sebenar-benarnya sesuai syariah, sehingga yang tidak sesuai syariah batal.
Pada era reformasi kata syariah kembali dipentas bernegara baik dalam ibadah, politik, ekonomi, bahkan sampai dasar negara. Sehingga pada tahun 1999 M asas tunggal Pancasila dihapuskan, sehingga tidak ada lagi asas tunggal pancasila dalam berpolitik, ekonomi dan lain-lain. Orde sebelum reformasi perbankkan adalah konvensional semua yang memiliki bunga dan dihukumi sebagai riba. Riba dalam syariah dilarang karena menambahkan takaran atau terjadi ketidakadilan. Selain dalam bentuk bunga, riba juga dikenal dalam jual beli, seperti menaikkan timbangan, menambahkan uang kembalian, atau menambahkan uang yang diniatkan untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga jajanan atau jualannya jadi ramai karena pengembaliannya dilebihkan atau timbangannya dilebihkan dari harga sesungguhnya.
MUI mengharamkan riba namun MUI bukan wakil pemerintah yang bisa menghentikan riba, sehingga bermunculan bank-bank syariah atas dorongan dari MUI. Dengan jalan mendirikan bank syariah ini ternyata mampu menjadi pioner terbebas dari kendala moneter dunia pada era 2000-an M. Sekarang hampir bank-bank konvensional mendidikan cabang atau merchandish bank syariah.
Campuran hitam dan putih ini menjadi abu-abu, bank di Indonesia hampir semuanya abu-abu. Karena mereka sudah saling bekerjasama antar bank. Bank konvensional dan bank Syariah mendirikan ATM bersama, membuat pelayanan bersama. Dalam perbankkan abu-abu ini tindak kriminal yang menggunakan uang dan disimpan diperbankkan menjadi tidak bisa diketahui. Peledakan JW Marriot dan Rich Carlton di Jakarta belum bisa diungkap, bank mana yang menjadi sumbernya? Dalam arti bank abu-abu ini tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk menolak nasabah yang berusaha haram, baik perseorangan ataupun perusahaan.
Jadi dalam keabu-abuan ini perbankkan Indonesia harus lebih berani untuk mengambil sikap ada dijalan haram atau halal, dengan proaktif menyebarkan informasi kepada masyarakat akan hala dan haram. Semoga pada saatnya nanti yang abu-abu akan menjadi putih karena seringnya disiram dengan air jernih Ramadhan 1430 H dan ramadhan-ramadhan selanjutnya. Siraman ramadhan dapat diartikan sebagai pencerahan sebulan yang sudah dilakukan beberapa awal tahun 2008 M. Pada saat bulan ramadhan Metro TV menyiarkan acara saur dengan tema bank syariah. Begitu seterusnya, pada setiap ramadhan. Sayangnya, usaha ini seperti halnya acara sinetron, diputar berulang-ulang menjadikan tidak menarik. Apalagi tidak ditindak lanjuti dengan sosialisasi offline, dengan sosialisasi perdusunan atau pedesaan yang kontinyu.
Usaha-usaha offline untuk menjelaskan bagaimana perbankkan syariah yang putih, tidak abu-abu sangat dinantikan, meskipun tidak harus mengatakan sebagai bank syariah. Misalnya, semua persyaratan dan ketentuan sudah terpenuhi, semisal meninggalkan riba atau bunga bank. Maka bank tersebut tanpa mengatakan dan menambah nama syariah masyarakat sudah mengetahuinya. Model seperti ini yang kemudian dikenalkan, bahwa bank di Indonesia adalah syariah, bank adalah syariah, bank adalah tidak berbunga, bank adalah anti riba, bank adalah bagi hasil usaha dari investasi nasabah, bank adalah tempat pinjam-meminjamkan uang yang halal. Sehingga syariah itu akan berguna untuk semua segmen masyarakat tanpa embel-embel syariah dibelakangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar