Minggu, 30 Mei 2010

1.Perbankan syariah Vs Konvensional

Perbankan Syariah waktu beberapa tahun belakangan ini sedang naik daun, dipicu dengan besarnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan kehalalan dalam berbenturan dengan perbankan. Sedikitnya ada beberapa faktor yang menjadi pemicu perkembangan Perbankan Syariah sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu:
1. Pasar ( Market )
Tidak ditetapkannya Nasabah hanya dari golongan orang muslim, dibeberapa bank Syariah banyak nasabahnya yang non muslim.
2.bagi hasil
sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (bagi bersarkan besasr kecilnya pendapatan lembaga),
3 Pinjaman
bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah).
4 prinsiplaba
Laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).
Mengapa Bank Syariah dirasakan lebih adil dan lebih memberikan kenyamanan kepada nasabahnya? Hal ini disebabkan karena prinsip-prinsip dasar yang berjalan di bank-bank syariah yang menjadikan sebuah perbedaan mendasar dengan bank Konvensional banyak terletak pada pelayanan nasabah diantaranya :
1. prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah,
2. Prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan
3. prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
2.BANK SYRIAH
Syariah merupakan hukum, yaitu hukum yang diterapkan dari, oleh, dan untuk islam. Syariat menjadi satu dalam Al Quran dan As Sunnah Rasulullah saw. Masa sebelum ada bank syariah kata syariah sudah dikenal dalam konteks bernegara di NKRI.
Pada awal pembuatan UUD 1945 kata syariah menjadi salah satu kata dalam sila Pancasila yang berbunyi Sila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk – Pemeluknya. Kata syariah setelah kejadian itu kemudian artinya menjadi ibadah, yaitu sahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Kelima rukun islam itu kemudian dijalankan sebenar-benarnya sesuai syariah, sehingga yang tidak sesuai syariah batal.
Pada era reformasi kata syariah kembali dipentas bernegara baik dalam ibadah, politik, ekonomi, bahkan sampai dasar negara. Sehingga pada tahun 1999 M asas tunggal Pancasila dihapuskan, sehingga tidak ada lagi asas tunggal pancasila dalam berpolitik, ekonomi dan lain-lain. Orde sebelum reformasi perbankkan adalah konvensional semua yang memiliki bunga dan dihukumi sebagai riba. Riba dalam syariah dilarang karena menambahkan takaran atau terjadi ketidakadilan. Selain dalam bentuk bunga, riba juga dikenal dalam jual beli, seperti menaikkan timbangan, menambahkan uang kembalian, atau menambahkan uang yang diniatkan untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga jajanan atau jualannya jadi ramai karena pengembaliannya dilebihkan atau timbangannya dilebihkan dari harga sesungguhnya.
MUI mengharamkan riba namun MUI bukan wakil pemerintah yang bisa menghentikan riba, sehingga bermunculan bank-bank syariah atas dorongan dari MUI. Dengan jalan mendirikan bank syariah ini ternyata mampu menjadi pioner terbebas dari kendala moneter dunia pada era 2000-an M. Sekarang hampir bank-bank konvensional mendidikan cabang atau merchandish bank syariah.
Campuran hitam dan putih ini menjadi abu-abu, bank di Indonesia hampir semuanya abu-abu. Karena mereka sudah saling bekerjasama antar bank. Bank konvensional dan bank Syariah mendirikan ATM bersama, membuat pelayanan bersama. Dalam perbankkan abu-abu ini tindak kriminal yang menggunakan uang dan disimpan diperbankkan menjadi tidak bisa diketahui. Peledakan JW Marriot dan Rich Carlton di Jakarta belum bisa diungkap, bank mana yang menjadi sumbernya? Dalam arti bank abu-abu ini tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk menolak nasabah yang berusaha haram, baik perseorangan ataupun perusahaan.
Jadi dalam keabu-abuan ini perbankkan Indonesia harus lebih berani untuk mengambil sikap ada dijalan haram atau halal, dengan proaktif menyebarkan informasi kepada masyarakat akan hala dan haram. Semoga pada saatnya nanti yang abu-abu akan menjadi putih karena seringnya disiram dengan air jernih Ramadhan 1430 H dan ramadhan-ramadhan selanjutnya. Siraman ramadhan dapat diartikan sebagai pencerahan sebulan yang sudah dilakukan beberapa awal tahun 2008 M. Pada saat bulan ramadhan Metro TV menyiarkan acara saur dengan tema bank syariah. Begitu seterusnya, pada setiap ramadhan. Sayangnya, usaha ini seperti halnya acara sinetron, diputar berulang-ulang menjadikan tidak menarik. Apalagi tidak ditindak lanjuti dengan sosialisasi offline, dengan sosialisasi perdusunan atau pedesaan yang kontinyu.
Usaha-usaha offline untuk menjelaskan bagaimana perbankkan syariah yang putih, tidak abu-abu sangat dinantikan, meskipun tidak harus mengatakan sebagai bank syariah. Misalnya, semua persyaratan dan ketentuan sudah terpenuhi, semisal meninggalkan riba atau bunga bank. Maka bank tersebut tanpa mengatakan dan menambah nama syariah masyarakat sudah mengetahuinya. Model seperti ini yang kemudian dikenalkan, bahwa bank di Indonesia adalah syariah, bank adalah syariah, bank adalah tidak berbunga, bank adalah anti riba, bank adalah bagi hasil usaha dari investasi nasabah, bank adalah tempat pinjam-meminjamkan uang yang halal. Sehingga syariah itu akan berguna untuk semua segmen masyarakat tanpa embel-embel syariah dibelakangnya.

2.Pengantar dan Materi Hak Angket

Usul hak angket atas pengusutan kasus Bank Century yang disampaikan kepada pimpinan DPR
PUJI Syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita bersama-sama dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan serta memperjuangkan aspirasi rakyat.
Sebagaimana kita ketahui Indonesia kembali diguncang skandal keuangan perbankan. Kali ini skandal perbankan terjadi di Bank Century. Skandal Bank Century berawal dari rapat yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20-21 November
2008.Hasil rapat memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan memberikan suntikan modal hingga Rp6,7 triliun.Kasus ini semakin menarik tatkala akhir Agustus
2009,media massa memberitakan bahwa kasus finansial di bank yang hanya memiliki 60 ribuan nasabah diduga kuat merupakan kasus perampokan kerah putih. Bukan karena krisis global atau kegagalan sistemik.
Namun, sangat disayangkan bahwa ketika kasus ini terjadi yakni November 2008, Gubernur BI saat itu justru mengeluarkan laporan yang menjadi alasan legal untuk menyuntik dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ke Bank Century. Gubernur BI dinilai tidak berani melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tantular, kepada polisi untuk segera ditangkap. Padahal, apa yang dilakukan Robert jelas merupakan tindak kriminal karena melakukan perampokan terhadap banknya sendiri. Robert membuat banyak PT ilegal untuk mengalirkan dana nasabahnya ke sana.
Ikhtisar laporan Komisi Xl dalam Rapat Paripurna DPR RI hari Rabu, 30 September 2009 atas progress report audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank Century mengungkapkan banyak kelemahan serius di balik penyelamatan Bank Century yang menelan dana hingga Rp6,7 triliun.
Beberapa poin penting di antaranya
1.Pengawasan Khusus Bank Century
Menurut temuan BPK, Bank Indonesia seharusnya bertindak tegas terhadap Bank Century, terutama mengenai penerapan ketentuan Penyediaan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) sesuai dengan ketentuan PBI nomor W9/PBI tenang tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bank sebagaimana diubah dengan PBI No 7/38/PBI/2005. Bank Century seharusnya ditetapkan dalam pengawasan khusus sejak 31 Oktober 2005. Pada kenyataannya baai masuk pengawasan khusus pada 6 November 2008.
2.Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
Karena menghadapi kesulitan likuiditas, Bank Century mengajukan permohonan FPJB kepada BI pada 30 Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun. Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008. Pada saat mengajukan permohonan FPJP, posisi CAR menurut analisis BI adalah 2,35 persen. Sedangkan, persyaratan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan PBI Nomor 10/26/PBI 2008 tentang FPJP adalah bank memiliki CAR minimal 8 persen. Dengan demikian Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
3.Perubahan Peraturan BI soal FPJP
Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI mengenai persyaratan, pem berian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR positif. Dengan perubahan ketentuan tersebut, serta menggunakan posisi CAR per 30 September sebesar 2,35 persen, BI menyatakan Bank Century memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Padahal, berdasarkan penelitian lebih lanjut menunjukkan posisi CAR Bank Century pada 31 Oktober 2008 sudah negatif 3,53 persen sehingga seharusnya Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, jaminan FPJP yang diperjanjikan
Rp467,99 miliar temyata tidak secure. Namun, berdasarkan perubahan PBI pada 14 November, BI menyetujui pemberian FPJP kepada Bank Century. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada Bank Century adalah Rp689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp356,8 miliar dan 17 November 2008 sebesar Rp145,26 miliar dan 18 November 2008 sebesar Rp187,3 miliar.
4. Penetapan BI, Century sebagai Bank Gagal
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20 November pukul 19.44 WIB, BI menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal. Alasannya, CAR per 31 Oktober 2008 sudah negatif 3.53 persen dan bila tidak ditingkatkan menjadi 8 persen, bank dinilai tidak sehat. Hal ini disebabkan sampai saat ini pemegang saham tak dapat melakukan komitmennya untuk menambah modal dan usaha untuk mengundang masuknya investor baru tidak membawa hasil.
Kondisi likuiditas GWM 19 November masih positif Rp134 miliar (1,85 persen). Namun terdapat kewajiban RTGS dan Wiring yang belum diselesaikan oleh Bank Century sebesar Rp401 miliar sehingga GWM rupiah kurang dari 0 persen. Di samping itu kewajiban yang akan jatuh tempo pada 20 November 2008 sebesar Rp458 r.-iliar.
Untuk menambah likuiditasnya, BI telah memberikan FPJP sebesar Rp689 miliar namun mengingat penarikan dana nasabah jauh lebih besar, maka FPJP tersebut tidak mampu memperbaiki likuiditas bank. RDG membahas analisis dampak sistemik dari penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal. Analisis tersebut menggunakan kriteria sesuai dengan memorandum of understanding on operation between the financial supervision authority central bank and finance ministry of the European Union, 1 Juni 2008.
5. Posisi Century di Industri Perbankan
Bank Century tidak termasuk penting dalam industri perbankan. Alasannya, dana pihak ketiga bank mencapai 0,8 persen dari total DPK perbankan. Kredit bank juga sebesar 0,42
persen dari total kredit perbankan. Total aset Century terhadap perbankan juga tidak signifikan, hanya sebesar 0,72 persen. Dari sisi kredit, mayoritas diberikan dalam bentuk modal kerja, (76,5 persen) untuk membiayai sektor industri pengolahan, 21,79 persen untuk perdagangan, restoran, hotel, dan jasa keuangan.
Dengan ukuran skala bank kecil, fungsi Bank Century bisa digantikan oleh banyak bank lain sejenis di industri perbankan. Namun Century menghadapi persoalan karena ada transaksi
antarbank yang mencapai 24,2 persen dari total aset Bank Century.
6. Penetapan KSSK, Century sebagai Bank Gagal
Setelah melalui berbagai pembahasan antara BI, Departemen Keuangan dan LPS dalam rapat konsultasi KSSK tanggal 14, 17, 18,19 November 2008, dengan memperhatikan surat Gubernur BI Nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008. KSSK melakukan rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00 WIB yang diawali dengan rapat konsultasi KSSK pada 20 November pukul 23.00 WIB sampai dengan 21 November pukul 05.00 WIB. Rapat konsultasi diawali dengan presentasi BI yang menguraikan Bank Century sebagai Bank Gagal dan analisis dampak sistemik. Berdasarkan aturan rapat tersebut diketahui bahwa selain BI, peserta rapat lainnya pada umumnya mempertanyakan dan tidak setuju dengan analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemik.
Menanggapi pertanyaan dari peserta rapat lainnya. BI menyatakan sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan risiko sistemik atau tidak karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur hanyalah perkiraan atau biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan namun dengan meminimalisir cost keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore. Seperti saran LPS, Bank Century juga tidak mempunyai cukup dana untuk prefund kliring
dan memenuhi Wiring sepanjang hari itu.
Setelah rapat konsultasi, dilanjutkan dengan rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00. Rapat dihadiri oleh Menkeu, Gubernur BI, dan sekretaris KSSK yang memutuskan Bank Century sebagai Bank gagal yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century kepada LPS. Keputusan KSSK tersebut ditindaklanjuti dengan rapat Koordinasi 21 November pukul 05.30 sampai selesai. Kemudian, penanganan Bank Century dilakukan oleh LPS sesuai UU Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS.
7.Suntikan Modal Century
Surat BI nomor 10/232/GB/rahasia tanggal 20 November 2008 kepada Menkeu Rp632 miliar. Namun, dalam surat tersebut, BI tidak memberikan informasi mengenai beberapa risiko penurunan CAR, seperti informasi penurunan kualitas aset yang seharusnya diketahui BI karena dugaan rekayasa akuntansi Bank Century dan penyimpangan oleh pemiliknya.
8.Pelanggaran-pelanggaran Century
BPK menemukan adanya indikasi praktik operasi perbankan di Bank Century yang tidak sehat dan merugikan bank dan berpotensi merugikan negara.
a. penggelapan hasil surat berharga senilai US$7 juta.
b.hasil penjualan surat-surat berharga Rp30,28 miliar dijadikan jaminan pengambilan kredit oleh pihak terkait.
c. pemberian kredit LC fiktif Rp397,97 miliar pada pihak terkait dan pemberian LC fiktif sebesar US$75,5 juta.
d.surat-suratTjerharga Century tidak diterima oleh Bank Century karena masih dikuasai oleh salah satu pemegang saham.
e.manajemen Bank Century diduga melakukan pengeluaran biaya-biaya fiktif senilai Rp209,8 miliar dan US$4,72 juta sejak 2004-2008.
Sedianya, BPK telah menyelesaikan hasil audit terakhir pada tanggal 19 Oktober 2009. Namun, dengan alasan beratnya kasus, maka audit belum bisa diselesaikan tepat waktu dan diserahkan
kepada anggota BPK yang baru untuk dilanjutkan. Sangat mungkin ini dikarenakan, BPK sendiri tidak berani mengusut tuntas kasus Bank Century karena ditengarai melibatkan pejabat negara.
Mengingat kasus Bank Century menimbulkan kerugian negara cukup besar namun hingga kini belum dapat diselesaikan dengan tuntas, maka sebagai wujud pertanggungjawaban publik dan dalam rangka melakukan fungsi pengawasan, DPR RI mengajukan usul HAK Angket atas pengusutan kasus Bank Century. Hak Angket ini sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 166 hingga Pasa) 170 dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 77 ayat 1 poin b dan ayat 3 yang menyebutkan bahwa salah satu hak DPR adalah mengadakan Penyelidikan/Angket.
Adapun fokus penyelidikan dalam pelaksanaan hak angket ini antara lain sebagai berikut
1. Mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail-out) Rp6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata?
2. Mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadinya konspirasi antara pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah.
3. Menyelidiki ke mana sajakah aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna), sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, politik misalnya, melalui skenario bail-out bagi Bank Century?
4. Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp6,76 triliun bagi Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan pada saat menerima bail-out, bank ini dafam status dalam pengawasan khusus? Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunya dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan?
5. Mengetahui seberapa besar kerugian negara sebenarnya yang ditimbulkan oleh kasus bail-out Bank Century, dan sejauh mana kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab selain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan prioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Dengan mengacu pada usulan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kami para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bertanda tangan di bawah ini berketetapan untuk menggunakan salah satu hak DPR terhadap pengusutan kasus Bank Century. Sedangkan segala pembiayaan pelaksanaan hak ini, sepenuhnya dibebankan pada Anggaran DPR RI yang akan disusun secara tersendiri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penggunaan Hak Angket ini.

1.Sejarah Perbankan

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya “bangku”
Menurut UU Perbankan no. 10 tahun 1998
Bank
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Perbankan
“Segala sesuatu yang menyakut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan untuk proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya”.
Bank Umum
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran”.
Bank Perkreditan rakyat (BPR)
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalulintas pembayaran”.

1.Sejarah Perbankan

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya “bangku”
Menurut UU Perbankan no. 10 tahun 1998
Bank
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Perbankan
“Segala sesuatu yang menyakut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan untuk proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya”.
Bank Umum
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran”.
Bank Perkreditan rakyat (BPR)
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalulintas pembayaran”.\

B. MANAJEMEN PERBANKAN

2.BANK SYRIAH
Syariah merupakan hukum, yaitu hukum yang diterapkan dari, oleh, dan untuk islam. Syariat menjadi satu dalam Al Quran dan As Sunnah Rasulullah saw. Masa sebelum ada bank syariah kata syariah sudah dikenal dalam konteks bernegara di NKRI.
Pada awal pembuatan UUD 1945 kata syariah menjadi salah satu kata dalam sila Pancasila yang berbunyi Sila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk – Pemeluknya. Kata syariah setelah kejadian itu kemudian artinya menjadi ibadah, yaitu sahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Kelima rukun islam itu kemudian dijalankan sebenar-benarnya sesuai syariah, sehingga yang tidak sesuai syariah batal.
Pada era reformasi kata syariah kembali dipentas bernegara baik dalam ibadah, politik, ekonomi, bahkan sampai dasar negara. Sehingga pada tahun 1999 M asas tunggal Pancasila dihapuskan, sehingga tidak ada lagi asas tunggal pancasila dalam berpolitik, ekonomi dan lain-lain. Orde sebelum reformasi perbankkan adalah konvensional semua yang memiliki bunga dan dihukumi sebagai riba. Riba dalam syariah dilarang karena menambahkan takaran atau terjadi ketidakadilan. Selain dalam bentuk bunga, riba juga dikenal dalam jual beli, seperti menaikkan timbangan, menambahkan uang kembalian, atau menambahkan uang yang diniatkan untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga jajanan atau jualannya jadi ramai karena pengembaliannya dilebihkan atau timbangannya dilebihkan dari harga sesungguhnya.
MUI mengharamkan riba namun MUI bukan wakil pemerintah yang bisa menghentikan riba, sehingga bermunculan bank-bank syariah atas dorongan dari MUI. Dengan jalan mendirikan bank syariah ini ternyata mampu menjadi pioner terbebas dari kendala moneter dunia pada era 2000-an M. Sekarang hampir bank-bank konvensional mendidikan cabang atau merchandish bank syariah.
Campuran hitam dan putih ini menjadi abu-abu, bank di Indonesia hampir semuanya abu-abu. Karena mereka sudah saling bekerjasama antar bank. Bank konvensional dan bank Syariah mendirikan ATM bersama, membuat pelayanan bersama. Dalam perbankkan abu-abu ini tindak kriminal yang menggunakan uang dan disimpan diperbankkan menjadi tidak bisa diketahui. Peledakan JW Marriot dan Rich Carlton di Jakarta belum bisa diungkap, bank mana yang menjadi sumbernya? Dalam arti bank abu-abu ini tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk menolak nasabah yang berusaha haram, baik perseorangan ataupun perusahaan.
Jadi dalam keabu-abuan ini perbankkan Indonesia harus lebih berani untuk mengambil sikap ada dijalan haram atau halal, dengan proaktif menyebarkan informasi kepada masyarakat akan hala dan haram. Semoga pada saatnya nanti yang abu-abu akan menjadi putih karena seringnya disiram dengan air jernih Ramadhan 1430 H dan ramadhan-ramadhan selanjutnya. Siraman ramadhan dapat diartikan sebagai pencerahan sebulan yang sudah dilakukan beberapa awal tahun 2008 M. Pada saat bulan ramadhan Metro TV menyiarkan acara saur dengan tema bank syariah. Begitu seterusnya, pada setiap ramadhan. Sayangnya, usaha ini seperti halnya acara sinetron, diputar berulang-ulang menjadikan tidak menarik. Apalagi tidak ditindak lanjuti dengan sosialisasi offline, dengan sosialisasi perdusunan atau pedesaan yang kontinyu.
Usaha-usaha offline untuk menjelaskan bagaimana perbankkan syariah yang putih, tidak abu-abu sangat dinantikan, meskipun tidak harus mengatakan sebagai bank syariah. Misalnya, semua persyaratan dan ketentuan sudah terpenuhi, semisal meninggalkan riba atau bunga bank. Maka bank tersebut tanpa mengatakan dan menambah nama syariah masyarakat sudah mengetahuinya. Model seperti ini yang kemudian dikenalkan, bahwa bank di Indonesia adalah syariah, bank adalah syariah, bank adalah tidak berbunga, bank adalah anti riba, bank adalah bagi hasil usaha dari investasi nasabah, bank adalah tempat pinjam-meminjamkan uang yang halal. Sehingga syariah itu akan berguna untuk semua segmen masyarakat tanpa embel-embel syariah dibelakangnya.

C. AKUTANSI PERBANKAN

1.Net Interest Margin (NIM)
merupakan indikator yang menunjukan selisih antara suku bunga pinjaman dikurangi suku bunga kredit. Namun demikian faktor yang menentukan laba perusahaan bukanlah hanya NIM karena ada banyak rentetan variabel biaya lainnya.
Beberapa hal yang mempengaruhi besar kecilnya NIM adalah pertama, fokus bisnis suatu bank. Dapat kita perhatikan NIM untuk Bank yang fokus pada kredit korporasi berkisar 4-6% sebaliknya Bank yang memiliki fokus pada kredit UMKM terlebih kredit mikro NIM dapat menembus angka 10%. Pada bank fokus kredit mikro yang kita temukan adalah nasabah yang masiv dan tersebar sehingga harus memiliki unit kerja yang luas, IT database yang besar, membutuhkan tata kelola administrasi sesuai jumlahnya yang masiv, serta bersifat padat karya. Hal ini membuat biaya overhead bank menjadi besar, selain itu pricing dalam kredit mikro juga wajib menambahkan faktor risk premium oleh karena sistem penghapusan otomatis untuk debitur dengan kolektibilitas macet dengan usia menunggak lebih dari 180 hari. Hal itulah sebenarnya yang membuat NPL kredit mikro sangat rendah namun pricing tinggi. Komponen pembentuk tingkat suku bunga kredit adalah suku bunga simpanan ditambah biaya overhead ditambah risk premium dikurangi pemasukan extracomtable ditambah margin keuntungan yang dikehendaki (spread).
Faktor kedua adalah penetapan strategi pemasaran Bank. Beberapa bank melakukan praktik bunga murah namun dikompesasi dengan potensi fee based income(FBI). Hal ini juga dapat dikaji lebih jauh karena FBI merupakan pendapatan yang umumnya langsung diterima bank dimuka sehingga dapat langsung masuk pendapatan tanpa harus menunggu angsuran ataupun pelunasan.
Dari dua faktor tadi menunjukan efisiensi sebuah bank tak bisa dinilai dari tinggi rendahnya NIM melainkan ada serentetan rasio lainnya yang dapat dijadikan tolok ukur seperti Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan masih banyak lainnya tergantung dari sudut mana kita ingin melihat kinerjanya.

BOPO Perbankan
Rasio BOPO pun dalam 4 bulan terakhir ini menunjukan peningkatan dari 83,41% di Agustus 2008 meningkat menjadi 88,59% di akhir tahun 2008. Menurut pengamatan kami hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama meningkatnya kredit bermasalah dan adaya penghapusbukuan terhadap aktiva produktif yang macet pada akhir tahun 2008. Kedua, masih seretnya likuiditas sehingga biaya pengadaan DPK menjadi meningkat (suku bunga simpanan dan biaya ovehead).
Seperti halnya NIM, rasio BOPO pun tidak dapat serta merta menghakimi perbankan tidak efisien karena dengan kompetisi yang semakin ketat baik dalam hal pengumpulan dana maupun penyaluran kredit tentunya margin antara pendapatan dan biaya akan semakin tipis yang akan mengerek naiknya BOPO.
Respon bank terhadap penurunan BI Rate
Seretnya likuiditas perbankan dan masih tingginya yield di pasar obligasi menyebabkan bank kesulitan pendanaan kredit dan menjaga rasio kecukupan modal. Hal tadi disinyalir menjadi hambatan perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya. Tuntutan dari para deposan besar akan imbal hasil yang tinggi karena di pasar obligasi menawarkan imbal hasil yang lebih baik membuat bank belum berani menurunkan suku bunga simpanan karena risiko maturity missmatch selalu menghantui perbankan. Selain itu, suku bunga deposito yang belum jatuh tempo wajib dipenuhi bank. Sehingga menurut hemat kami respon atas penurunan BI rate sangat tergantung pula terhadap pasar keuangan dan membutuhkan waktu penyesuaian.

Beberapa Catatan Penting
Di tengah ancaman naiknya kredit bermasalah dan likuiditas dalam negeri yang seret, ekspor yang stagnan dan dampak resesi global membuat perbankan wajib berjaga-jaga. Namun demikian perbankan tetap dituntut oleh para pemegang saham untuk terus tumbuh baik laba, asset maupun harga sahamnya. Selain shareholder, pemerintah selaku stakeholder pun meminta agar bank bisa menyalurkan dananya dalam bentuk kredit ke sektor riil guna menggerakakan perekonomian ditengah ancaman pelambatan ekonomi ke level 4% yang tentunya akan dapat mengerek angka pengangguran dan angka kemiskinan.
Sudah barang tentu bank yang solid sudah memiliki simulasi (stress testing) untuk antisipasi kenaikan NPL, kenaikan biaya overhead, dan kenaikan biaya lainnya yang harus dikompensasi dengan penyesuaian margin keuntungan (spread) ataupun peningkatan fee based income.
Sebagai counter cyclical ancaman resesi, perbankan sangat mengharapkan dukungan pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu pertama, realisasi proyek stimulus, agar pasar segera dibanjiri likuiditas dan sektor riil dapat menggeliat. Kedua, bank mendapat insentif pajak seperti hal beberapa bidang lainnya terutama perbankan yang mendukung ekonomi domestik (UMKM). Ketiga,untuk mengkaji ulang aturan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sehingga kendala keterbatasan modal dan pricing tinggi dapat diminimalisasi karena bank dengan modal dan DPK yang kuat tidak dapat memonopoli pasar. Pasar perbankan yang semakin kompetitif akan membuat pricing dan layanan perbankan semakin prima dan efisien sehingga berdampak positif terhadap perekonomian kita. Semoga perbankan kita mampu menjawab kebutuhan para shareholder dan stakeholder-nya

B. MANAJEMEN PERBANKAN

1.Perbankan syariah Vs Konvensional
Perbankan Syariah waktu beberapa tahun belakangan ini sedang naik daun, dipicu dengan besarnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan kehalalan dalam berbenturan dengan perbankan. Sedikitnya ada beberapa faktor yang menjadi pemicu perkembangan Perbankan Syariah sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu:
1. Pasar ( Market )
Tidak ditetapkannya Nasabah hanya dari golongan orang muslim, dibeberapa bank Syariah banyak nasabahnya yang non muslim.
2.bagi hasil
sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (bagi bersarkan besasr kecilnya pendapatan lembaga),
3 Pinjaman
bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah).
4 prinsiplaba
Laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).
Mengapa Bank Syariah dirasakan lebih adil dan lebih memberikan kenyamanan kepada nasabahnya? Hal ini disebabkan karena prinsip-prinsip dasar yang berjalan di bank-bank syariah yang menjadikan sebuah perbedaan mendasar dengan bank Konvensional banyak terletak pada pelayanan nasabah diantaranya :
1. prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah,
2. Prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan
3. prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta

A. PENGANTAR PERBANKAN

1.Sejarah Perbankan

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya “bangku”
Menurut UU Perbankan no. 10 tahun 1998
Bank
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Perbankan
“Segala sesuatu yang menyakut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan untuk proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya”.
Bank Umum
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran”.
Bank Perkreditan rakyat (BPR)
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalulintas pembayaran”.\
2.Pengantar dan Materi Hak Angket

Usul hak angket atas pengusutan kasus Bank Century yang disampaikan kepada pimpinan DPR
PUJI Syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita bersama-sama dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan serta memperjuangkan aspirasi rakyat.
Sebagaimana kita ketahui Indonesia kembali diguncang skandal keuangan perbankan. Kali ini skandal perbankan terjadi di Bank Century. Skandal Bank Century berawal dari rapat yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20-21 November
2008.Hasil rapat memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan memberikan suntikan modal hingga Rp6,7 triliun.Kasus ini semakin menarik tatkala akhir Agustus
2009,media massa memberitakan bahwa kasus finansial di bank yang hanya memiliki 60 ribuan nasabah diduga kuat merupakan kasus perampokan kerah putih. Bukan karena krisis global atau kegagalan sistemik.
Namun, sangat disayangkan bahwa ketika kasus ini terjadi yakni November 2008, Gubernur BI saat itu justru mengeluarkan laporan yang menjadi alasan legal untuk menyuntik dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ke Bank Century. Gubernur BI dinilai tidak berani melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tantular, kepada polisi untuk segera ditangkap. Padahal, apa yang dilakukan Robert jelas merupakan tindak kriminal karena melakukan perampokan terhadap banknya sendiri. Robert membuat banyak PT ilegal untuk mengalirkan dana nasabahnya ke sana.
Ikhtisar laporan Komisi Xl dalam Rapat Paripurna DPR RI hari Rabu, 30 September 2009 atas progress report audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank Century mengungkapkan banyak kelemahan serius di balik penyelamatan Bank Century yang menelan dana hingga Rp6,7 triliun.
Beberapa poin penting di antaranya
1.Pengawasan Khusus Bank Century
Menurut temuan BPK, Bank Indonesia seharusnya bertindak tegas terhadap Bank Century, terutama mengenai penerapan ketentuan Penyediaan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) sesuai dengan ketentuan PBI nomor W9/PBI tenang tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bank sebagaimana diubah dengan PBI No 7/38/PBI/2005. Bank Century seharusnya ditetapkan dalam pengawasan khusus sejak 31 Oktober 2005. Pada kenyataannya baai masuk pengawasan khusus pada 6 November 2008.
2.Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
Karena menghadapi kesulitan likuiditas, Bank Century mengajukan permohonan FPJB kepada BI pada 30 Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun. Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008. Pada saat mengajukan permohonan FPJP, posisi CAR menurut analisis BI adalah 2,35 persen. Sedangkan, persyaratan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan PBI Nomor 10/26/PBI 2008 tentang FPJP adalah bank memiliki CAR minimal 8 persen. Dengan demikian Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
3.Perubahan Peraturan BI soal FPJP
Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI mengenai persyaratan, pem berian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR positif. Dengan perubahan ketentuan tersebut, serta menggunakan posisi CAR per 30 September sebesar 2,35 persen, BI menyatakan Bank Century memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Padahal, berdasarkan penelitian lebih lanjut menunjukkan posisi CAR Bank Century pada 31 Oktober 2008 sudah negatif 3,53 persen sehingga seharusnya Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, jaminan FPJP yang diperjanjikan
Rp467,99 miliar temyata tidak secure. Namun, berdasarkan perubahan PBI pada 14 November, BI menyetujui pemberian FPJP kepada Bank Century. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada Bank Century adalah Rp689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp356,8 miliar dan 17 November 2008 sebesar Rp145,26 miliar dan 18 November 2008 sebesar Rp187,3 miliar.
4. Penetapan BI, Century sebagai Bank Gagal
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20 November pukul 19.44 WIB, BI menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal. Alasannya, CAR per 31 Oktober 2008 sudah negatif 3.53 persen dan bila tidak ditingkatkan menjadi 8 persen, bank dinilai tidak sehat. Hal ini disebabkan sampai saat ini pemegang saham tak dapat melakukan komitmennya untuk menambah modal dan usaha untuk mengundang masuknya investor baru tidak membawa hasil.
Kondisi likuiditas GWM 19 November masih positif Rp134 miliar (1,85 persen). Namun terdapat kewajiban RTGS dan Wiring yang belum diselesaikan oleh Bank Century sebesar Rp401 miliar sehingga GWM rupiah kurang dari 0 persen. Di samping itu kewajiban yang akan jatuh tempo pada 20 November 2008 sebesar Rp458 r.-iliar.
Untuk menambah likuiditasnya, BI telah memberikan FPJP sebesar Rp689 miliar namun mengingat penarikan dana nasabah jauh lebih besar, maka FPJP tersebut tidak mampu memperbaiki likuiditas bank. RDG membahas analisis dampak sistemik dari penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal. Analisis tersebut menggunakan kriteria sesuai dengan memorandum of understanding on operation between the financial supervision authority central bank and finance ministry of the European Union, 1 Juni 2008.
5. Posisi Century di Industri Perbankan
Bank Century tidak termasuk penting dalam industri perbankan. Alasannya, dana pihak ketiga bank mencapai 0,8 persen dari total DPK perbankan. Kredit bank juga sebesar 0,42
persen dari total kredit perbankan. Total aset Century terhadap perbankan juga tidak signifikan, hanya sebesar 0,72 persen. Dari sisi kredit, mayoritas diberikan dalam bentuk modal kerja, (76,5 persen) untuk membiayai sektor industri pengolahan, 21,79 persen untuk perdagangan, restoran, hotel, dan jasa keuangan.
Dengan ukuran skala bank kecil, fungsi Bank Century bisa digantikan oleh banyak bank lain sejenis di industri perbankan. Namun Century menghadapi persoalan karena ada transaksi
antarbank yang mencapai 24,2 persen dari total aset Bank Century.
6. Penetapan KSSK, Century sebagai Bank Gagal
Setelah melalui berbagai pembahasan antara BI, Departemen Keuangan dan LPS dalam rapat konsultasi KSSK tanggal 14, 17, 18,19 November 2008, dengan memperhatikan surat Gubernur BI Nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008. KSSK melakukan rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00 WIB yang diawali dengan rapat konsultasi KSSK pada 20 November pukul 23.00 WIB sampai dengan 21 November pukul 05.00 WIB. Rapat konsultasi diawali dengan presentasi BI yang menguraikan Bank Century sebagai Bank Gagal dan analisis dampak sistemik. Berdasarkan aturan rapat tersebut diketahui bahwa selain BI, peserta rapat lainnya pada umumnya mempertanyakan dan tidak setuju dengan analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemik.
Menanggapi pertanyaan dari peserta rapat lainnya. BI menyatakan sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan risiko sistemik atau tidak karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur hanyalah perkiraan atau biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan namun dengan meminimalisir cost keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore. Seperti saran LPS, Bank Century juga tidak mempunyai cukup dana untuk prefund kliring
dan memenuhi Wiring sepanjang hari itu.
Setelah rapat konsultasi, dilanjutkan dengan rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00. Rapat dihadiri oleh Menkeu, Gubernur BI, dan sekretaris KSSK yang memutuskan Bank Century sebagai Bank gagal yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century kepada LPS. Keputusan KSSK tersebut ditindaklanjuti dengan rapat Koordinasi 21 November pukul 05.30 sampai selesai. Kemudian, penanganan Bank Century dilakukan oleh LPS sesuai UU Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS.
7.Suntikan Modal Century
Surat BI nomor 10/232/GB/rahasia tanggal 20 November 2008 kepada Menkeu Rp632 miliar. Namun, dalam surat tersebut, BI tidak memberikan informasi mengenai beberapa risiko penurunan CAR, seperti informasi penurunan kualitas aset yang seharusnya diketahui BI karena dugaan rekayasa akuntansi Bank Century dan penyimpangan oleh pemiliknya.
8.Pelanggaran-pelanggaran Century
BPK menemukan adanya indikasi praktik operasi perbankan di Bank Century yang tidak sehat dan merugikan bank dan berpotensi merugikan negara.
a. penggelapan hasil surat berharga senilai US$7 juta.
b.hasil penjualan surat-surat berharga Rp30,28 miliar dijadikan jaminan pengambilan kredit oleh pihak terkait.
c. pemberian kredit LC fiktif Rp397,97 miliar pada pihak terkait dan pemberian LC fiktif sebesar US$75,5 juta.
d.surat-suratTjerharga Century tidak diterima oleh Bank Century karena masih dikuasai oleh salah satu pemegang saham.
e.manajemen Bank Century diduga melakukan pengeluaran biaya-biaya fiktif senilai Rp209,8 miliar dan US$4,72 juta sejak 2004-2008.
Sedianya, BPK telah menyelesaikan hasil audit terakhir pada tanggal 19 Oktober 2009. Namun, dengan alasan beratnya kasus, maka audit belum bisa diselesaikan tepat waktu dan diserahkan
kepada anggota BPK yang baru untuk dilanjutkan. Sangat mungkin ini dikarenakan, BPK sendiri tidak berani mengusut tuntas kasus Bank Century karena ditengarai melibatkan pejabat negara.
Mengingat kasus Bank Century menimbulkan kerugian negara cukup besar namun hingga kini belum dapat diselesaikan dengan tuntas, maka sebagai wujud pertanggungjawaban publik dan dalam rangka melakukan fungsi pengawasan, DPR RI mengajukan usul HAK Angket atas pengusutan kasus Bank Century. Hak Angket ini sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 166 hingga Pasa) 170 dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 77 ayat 1 poin b dan ayat 3 yang menyebutkan bahwa salah satu hak DPR adalah mengadakan Penyelidikan/Angket.
Adapun fokus penyelidikan dalam pelaksanaan hak angket ini antara lain sebagai berikut
1. Mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail-out) Rp6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata?
2. Mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadinya konspirasi antara pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah.
3. Menyelidiki ke mana sajakah aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna), sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, politik misalnya, melalui skenario bail-out bagi Bank Century?
4. Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp6,76 triliun bagi Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan pada saat menerima bail-out, bank ini dafam status dalam pengawasan khusus? Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunya dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan?
5. Mengetahui seberapa besar kerugian negara sebenarnya yang ditimbulkan oleh kasus bail-out Bank Century, dan sejauh mana kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab selain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan prioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Dengan mengacu pada usulan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kami para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bertanda tangan di bawah ini berketetapan untuk menggunakan salah satu hak DPR terhadap pengusutan kasus Bank Century. Sedangkan segala pembiayaan pelaksanaan hak ini, sepenuhnya dibebankan pada Anggaran DPR RI yang akan disusun secara tersendiri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penggunaan Hak Angket ini.
Jakarta, 12 November 2009
Atas nama Para Pengusul

Selasa, 18 Mei 2010

AKUNTANSI PERBANKAN

Laporan keuangan yang merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Secara umum ada empat bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan aliran kas. Dari keempat laporan tersebut hanya 2 macam yang umum digunakan untuk analisis, yaitu laporan neraca, dan laporan laba rugi. Hal ini disebabkan laporan perubahan modal dan laporan aliran kas pada akhirnya akan diikhtisarkan pada laporan neraca dan laporan laba rugi.
Analisis laporan keuangan merupakan analisis mengenai kondisi keuangan suatu bank yang melibatkan neraca dan laporan laba rugi. Neraca suatu bank menggambarkan jumlah kekayaan, kewajiban, dan modal dari bank tersebut pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun pembukuan (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban atau lutang dan modal disajikan pada sisi pasiva. Laporan Laba Rugi suatu bank menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari bank tersebut pada periode tertentu. Sebagaimana halnya dengan neraca, laporan laba rugi biasanya disusun setiap akhir tahun

Selasa, 11 Mei 2010

MANAJEMEN PERBANKAN

manajemen perbankan adalah bagai mana mengelola funding(manghimpun dana) lending(menyalurkan dana / kredit) dan services (jasa bank lainya) secara profesional dan silmutan sehingga menghasilkan laba optimal.

PENGANTAR PERBANKAN

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya “bangku”
Menurut UU Perbankan no. 10 tahun 1998
Bank
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Perbankan
“Segala sesuatu yang menyakut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya”.
Bank Umum
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran”.
Bank Perkreditan rakyat (BPR)
“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalulintas pembayaran”.
Gambar 1. Bank sebagai perantara keuangan
Asas, Fungsi