1. Perjanjian Jual-beli
Pengaturan tentang Jual beli
sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima, yang pada Pasal 1457
KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Sedangkan menurut
Subekti, yang dimaksud dengan Perjanjian Jual Beli adalah suatu
perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual)
berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak
yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
2. Perjanjian Tukar Menukar
Pasal 1541 KUHPerdata
menyatakan bahwa tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua
belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang
secara bertibal balik, sebagai gantinya barang lain.
Sebagaimana dengan perjanjian
jual beli, perjanjian ini juga bersifat konsensual dan sudah mengikat
pada saat tercapainya kata sepakat di antara para pihak. Dan juga
bersifat ”obligatoir”, dalam arti ia belum memindahkan hak milik, tetapi
baru sebatas memberikan hak dan kewajiban. Pada saat terjadinya
levering lah baru secara yuridis, ham milik berpindah.
Objek tukar menukar, dalam
KUHPerdata adalah semua yang dapat diperjual belikan, maka dapat menjadi
objek tukar menukar. Terhadap hal ini juga dalam KUH Perdata menyatakan
bahwa semua pengaturan tentang jual beli juga berlaku untuk perjanjian
tukar menukar.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal
1545 KUHPerdata mengatur tentang resiko yangberbunyi ”Jika suatu barang
tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan
pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari
pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang
ia telah berikan dalam tukar menukar”.
3. Perjanjian Sewa-Menyewa
Ketentuan KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548 yang berbunyi:
”Sewa menyewa adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yanag
tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.
Sebagaimana halnya dengan perjanjian lainnya, sewa menyewa adalah
perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik
tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan
harga.
Penyerahan barang untuk
dapat dinikmati oleh pihak penyewa diberikan oleh yang menyewakan,
dengan mana kewajiban penyewa adalah untuk membayar harga. Penyerahan
barang hanyalah untuk dipakai dan dinikmati.
4. Perjanjian Persekutuan
Persekutuan menurut Syahmin AK
(2006:59) adalah merupakan bentuk perjanjian yang paling sederhana dalam
tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama. Dalam pelaksanaannya, pada
persekutuan akan terdapat beberapa perjanjian lainnya yaitu perjanjian
kerja, perjanjian batas waktu persekutuan, perjanjian sekutu dengan
pihak ketiga, perjanjian pembagian keuntungan, serta perjanjian –
perjanjian lainnya.
Perjanjian persekutuan berbeda
dengan perjanjian-perjanjian lainnya yang juga bertujuan untuk mencari
keuntungan bersama seperti Firma, maupun Perseroan Terbatas, dikarenakan
dalam persekutuan perjanjian hanya lah antara para pihak yang
mengikatkan dirinya dan tidak mempunyai pengaruh ke luar kepada pihak
yang lain. Begitu juga sebalikna, pihak ketiga tidak mempunyai
kepentingan bagaimana diaturnya kerjasama dalam persekutuan itu, karena
para sekutu bertanggungjawab secara pribadi atau perseorangan tentang
hutang-hutang yang mereka buat.
Tentang
pembagian keuntungan maupun bentuknya modal yang dimasukkan oleh
masing-masing sekutu adalah tidak ditentukan oleh Undang-undang,
untuknya semua diserahkan kepada mereka sendirinya untuk mengatur nya di
dalam perjanjian persekutuannya.
Berakhirnya persekutuan dapat
terjadi karena: a) lewat waktu, b) musnahnya barang atau telah
diselesaikannya pekerjaan yang menjadi pokok persekutuan, c) atas
kehendak semata-mata dari seorang atau beberapa sekutu, dan d) jika
sakah seorang sekutu meninggal, atau ditaruh di bawah pengamouan dan
atau dinyatakan pailit.
5. Perjanjian Perkumpulan
Perjanjian Perkumpulan menurut
perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bertujuan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan tertentu, dalam hal mana
kerja sama ini disusun dengan bentuk dan cara sebagaimana yang diatur
dalam “anggaran dasar” ataupun “statuten” nya.
6. Perjanjian Hibah
Perjanjian Hibah adalah suatu
perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada masa hidupnya,
dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuat
barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan
tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada Pasal 1666 sampai dengan
1693 KUH Perdata.
Menelaah dari pengertian
tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian adalah bersifat
sepihak, dikarenakan dalam perjanjian ini pihak penerima hibah tidak
perlu memberikan kontraprestasi sebagai imbalan kepada pihak penghibah.
Hibah sebagaimana perjanjian
lainnya adalah bersifat obligatoir, penyerahan hak milik baru akan
terjadi jika telah terlaksananya ”levering”, yang untuk barang tetap
dilakukan melalui akta notaris sedangkan untuk barang bergerak tidak
diperlukan formalitas ini, namun demi kepentingan para pihak sangat lah
dianjurkan melalui akta notaris, terutama jika benda nya bernilai
tinggi.
Penting juga untuk memperhatikan
bahwa dalam pelaksanaan nya perjanjian hibah tetap harus memperhatikan
ketentuan serta tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum
maupun kesusilaan.
7. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian Penitipan barang
merupakan suatu perjanian riil yang baru akan terjadi apabila seseorang
telah menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia
akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal. Dasar
hukumnya bisa dapati pada Pasal 1694 KUH Perdata.
Terdapat dua macam penitipan
barang, yaitu penitipan sejati yaitu yang dibuat dengan Cuma-Cuma
kecuali jika diperjanjikan sebaliknya dan terhadap barang bergerak, dan
yang kedua adalah penitipan sekestrasi. Yaitu perjanjian penitipan
barang dalam hal terjadinya perselisihan. Barangnya dapat berupa barang
bergerak maupun barang tetap, dan keberadaannya adalah pada pihak ketiga
yang mengikatkan dirinya untuk menyimpan barang tersebut dan akan
mengembalikannya kepada siapa yang dinyatakan berhak beserta
hasil-hasilnya. Penitipan bentuk ini dapat terjadi karena persetujuan
para pihak ataupun karena adanya putusan atau penetapan dari Pengadilan.
8. Perjanjian Pinjam-Pakai
Perjanjian pinjam pakai adalah
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada
pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa
yang menerima barang ini setelah memakai atau setelah lewat waktu
tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan umum bisa kita dapatkan pada
Pasal 1794 KUH Perdata.
Perjanjian pinjam pakai
mensyaratkan pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan barangnya dan
memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik . dan
terhadap objeknya ditentukan adalah setiap barang yang dapat dipakai
oleh orang dan mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian.
9. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian pinjam meminjam
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu baran-barang yang menghabiskan
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.
Ketentuan umum terhadapnya dalapat kita lihat pada Pasal 1754 KUH
Perdata.
Perjanjian pinjam meminjam
mensyaratkan bahwa pihak yang meminjamkan barang tidak boleh meminta
kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan si peminjam adalah berkewajiban
untuk mengembalikanya dalam bentuk dan jumlah serta mutu yang sama.
10. Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian ini adalah suatu
perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,
maupun bagi sementara pihak adalah bergantung pada suatu keadaan yang
belum tentu. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalan perjanjian
pertanggungan, bunga cagak hidup dan perjudian dan pertaruhan.
Pasal 1774 KUH perdata mengatur
tentang perjanjian untung-untungan yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
adalah bergantung kepada suatu keadaan yang belum tentu.
11. Perjanjian Penanggungan
Penanggungan adalah perjanjian
dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang ketika orang
ini sendiri tidak memenuhinya. Ketentuan tentang penaggungan kita
dapatipada Pasal 1820 KUH Perdata.
Perjanjian penanggungan memiliki ciri sebagai berikut (M. Yahya Harahap, ”Segi-segi Hukum Perjanjian”, 1982: 315-316):
a. Dilakukan dengan atau
secara sukarela, dalam hal mana pihak ketiga tersebut sama sekali tidak
mempunyai urusan dan kepentingan apa-apa dalam perjanjian yang dbuat
oleh debitur dan kreditur.
b.
Ciri subsidair, yaitu dengan adanya pernyataan mengikatkan diri memenuhi
perjanjian dari pihak penjamin (borg). Hal ini akan terlihat dengan
tiba nya waktu perjanjian, jika debitor tidak memenuhi maka pihak
penjamin dapat dituntut oleh kreditur untuk memenuhinya.
c.
Ciri Assessor yaitu perjanjian penjaminan hanyalah perjanjian sampingan
yang melekat atau menempel pada perjanjian pokok yang dibuat oleh
debitur dan kreditur.
12. Perjanjian Perdamaian
Pasal 1851 KUH Perdata mengatur
tentang perjanjian perdamaian, yang merupakan perjanjian dengan mana
kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu
barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara.
Perjanjian perdamaian harus
dibuat dalam bentuk tertulis, apabila terjadi perdamaian dibuat secara
tidak tertulis adalah tidak sah.
Perjanjian perdamaian adalah
hanya terbatas pada apa yang termaktub dalam perjanjian tersebut, oleh
karena tu, setiap perdamaian hanya mengakhiri apa yang dimaksud dalam
perjanjian baik dirumskan secara khusus maupun umum.
13. Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian pengangkutan adalah
perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dalam hal mana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim adalah mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
Objek dari perjanjian
pengangkutan adalah barang dan orang. Untuk pengangkutan barang,
biasanya ditandai dengan tanda bukti pengiriman barang berupa surat
angkutan dan sifatnya adalah wajib ada. Isinya denga tegas harus
mencantumkan tentang muatan yang diangkut serta bagaimana tanggung jawab
dari pengangkut. Dalam perkembangannya, perjanjian pengangkut
dituangkan dalam suatu kontrak standar yang klausula-klausula nya telah
ditentukan secara sepihak oleh pihak pengangkut, dan seringkali juga
membatasi tanggung jawab pengangkut dalam perjanjian tersebut.
Untuk perjanjian pengangkutan orang adalah ditandai dengan diterbitkannya tanda bukti berupa tiket atau karcis penumpang.
14. Perjanjian Kredit
Perjanjian ini adalah
perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, ibalan atau
pembagian keuntungan.
15. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
yaitu perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran.
16. Perjanjian Kartu Kredit
yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk pembayaran barang dan jasa.
17. Perjanjian Ke-Agen-an
Yaitu perjanjian dimana agen
adalah perusahaan yang bertindak atas nama prinsiple untuk kemudian
menyalurkannya kepada konsumen dengan mendapatkan komisi. Barang-barang
adalah tetap menjadi milik nya si prinsiple.
18. Perjanjian Distributor
yang mana dalam perjanjian
ini, distributor bertindak atas namanya sendiri ia membeli suatu barang
dari produsen dan menjualnya kembali kepada konsumen untuk kepentingan
sendiri.
19. Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing)
Perrjanjian sewa guna usaha
(leasing) ini adalah perjanjian yang memberikan barang modal, baik
dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) untuk
dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran
berkala;
20. Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement)
yaitu pembiayaan dalam bentuk
pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi Perdagangan dalam dan luar
negeri;
21. Perjanjian Modal Ventura
yaitu perjanjian penyertaan
modal usaha dalam suatu perusahaan mitra dalam mencapai tujuan tertentu
seperti pengembangan suatu penemuan baru, pengembangan perusahaan awal
yang kesulitan modal, pengembangan proyek penelitian dan rekayasa serta
berbagai pengembangan usaha dengan menggunakan teknologi.